Update Artikel

Kamis, 26 Agustus 2021

Koneksi Antar Materi Modul 2.3. COACHING

 

1.     Kesimpulan Materi Pembelajaran Coaching

a. Definisi Coaching 

Kata “Coaching” memberi penekanan pada suatu pergerakan. Beberapa pengertian coaching antara lain sebagai berikut:

  • Coaching adalah membekali orang dengan peralatan, pengetahuan, dan kesempatan yang mereka perlukan untuk mengembangkan dirinya dan untuk menjadi lebih efektif (Peterson dan Hicks).
  • Coaching adalah membantu seseorang dengan cara yang dikehendakinya dan menuju arah yang hendak dicapainya. Coaching mendukung seseorang pada setiap level untuk menjadi apa yang mereka inginkan dan menjadi yang terbaik yang mereka mampu (Whithworth, dkk).
  • “Coaching is unlocking a person’s potential to maximize their own performance, it is helping them to learn rather than teaching them”(Gallwey)
  • “Coaching adalah membebaskan potensi seseorang untuk memaksimalkan performanya, membantu mereka untuk belajar alih-alih mengajari mereka”
  • Coaching adalah sebuah sarana (means) untuk mencapai tujuan, membantu (help) orang-orang menjalankan kehidupan yang utuh dan memuaskan.
  • Coaching dipahami sebagai sebuah kendaraan yang penuh tenaga (powerful vehicle) untuk menaikkan kinerja, mencapai hasil-hasil (results) dan mengoptimalkan (optimize) efektivitas pribadi seseorang
  • Coaching terfokus demi kemajuan akan penemuan (discovery).
  • Coaching didefinisikan sebagai kemitraan (partnership) dengan klien-klien, dalam sebuah proses pembangkitan pemikiran dan kreativitas berpikir, yang mengilhami untuk memaksimalkan (maximize) potensi pribadi dan profesionalisme mereka.
  • Coaching adalah upaya membantu (help) seseorang berubah sejalan dengan yang dia rindukan, menolong (help) dia berjalan ke arah yang diingininya.

        Dapat ditarik kesimpulan bahwa coaching secara umum adalah suatu proses kolaborasi yang berfokus kepada solusi.

    Memang ada beberapa pendapat berbeda mengenai asal usul coaching. Ada pendapat bahwa coaching secara alamiah merupakan bagian dari kehidupan seperti yang dilakukan oleh orang tua ataupun guru. Tidak dapat disangkal lagi bahwa orang tua dari dahulu kala berjuang dan berkorban untuk membesarkan anaknya agar bisa tumbuh menjadi manusia yang matang dan mandiri; guru mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan pemikiran anak didik mereka agar dapat maju dalam hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa coaching sudah ada sejak dahulu kala. Namun bagi mereka yang mengetahui atau akrab dengan berbagai tools, pendekatan maupun metodologi canggih dalam pengembangan SDM, coaching merupakan suatu ilmu dan profesi baru.

b. Perbedaan Coaching, Mentoring dan Konseling

c. Manfaat Coaching

  Coaching bermanfaat untuk membantu seseorang mencapai tujuan dalam kehidupannya. Coaching kini memegang prinsip bahwa coachee secara alamiah kreatif, penuh sumber daya, dan merupakakn manusia yang utuh. Karena itu ialah yang paling tahu jawabannya terhadap kebutuhannya sendiri. Dalam hal ini coachee dilihat sebagai guru maupun murid. Dengan pendekatan ini coach tidak dilihat sebagai expert (serba tahu dan mempunyai jawaban terhadap semua masalah) dalam kehidupan coachee. Tugasnya adalah mengajukan pertanyaan yang tepat di saat yang tepat agar coachee bisa memulai suatu perjalanan menuju self discovery dan awareness (pemahaman dan kesadaran mengenai keadaan diri sendiri) dari perspektif baru yang berbeda. Jika diibaratkan seorang coach yang diperankan guru ini seperti nahkoda kapal pesiar yang dapat membawa kemana-mana dengan memberikan suatu kenyamanan.

     Pemahaman dan kesadaran diri ini menghantarkan coachee pada kepercayaan diri dan pemberdayaan dari perspektif yang baru, sehingga timbul keberanian untuk melakukan tindakan-tindakan baru, sehingga bisa mencapai hasil yang sebelumnya tidak pernah diraih. Jadi, Coaching adalah perubahan dan transformasi - mengenai kemampuan seseorang untuk tumbuh, merubah perilaku yang menghalangi kemajuan, untuk melahirkan perilaku serta tindakan baru. 

Coach               : pemberi manfaat dan pelaksana kegiatan coaching
Coachee           : penerima kegiatan dan manfaat kegiatan coaching

  d. Coaching Dalam Konteks Pendidikan

        Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

        Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar. Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam sehingga murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.

        Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan dapat dikembangkan. Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

        Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.

            Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai sarana untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi seperti apakah yang perlu seorang coach miliki akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam modul coaching ini. Selain keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh seorang coach. 


    Ada empat keterampilan dasar yang seharusnya dimiliki oleh guru ketika berperan sebagai coachInternational Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:
1.      keterampilan membangun dasar proses coaching
2.      keterampilan membangun hubungan baik
3.      keterampilan berkomunikasi
4.      keterampilan memfasilitasi pembelajaran

 e. Coaching Model GROW dikembangkan menjadi TIRTA
          TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Tahapan GROW :
  1. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini
  2. Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee
  3. Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
  4. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA

            Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk mengembangkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.

            TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana Aksi, TA: Tanggung Jawab. Dari segi bahasa, Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid (coachee) kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Guru sebagai coach memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas coach (guru) adalah menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat potensi coachee (murid). Bagaimana cara coach menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah ketrampilan praktik coaching.


 
2. Refleksi Materi Modul 2

          Pembelajaran Berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak. Walaupun model pengajaran ini berorientasi pada perbedaan individual anak, namun tidak berarti pengajaran harus berdasarkan prinsip satu orang guru dengan satu orang murid. Dalam kaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi, maka para siswa memiliki kebebasan yang luas untuk memilih bahan pembelajaran yang disenangi sehingga guru harus kreatif dalam membuat desain pembelajaran.

Jika dikaitkan Pembelajaran Berdiferensiai dengan Pembelajaran Coaching, tentuya sangat berkolerasi, dimana komponen utama dalam coaching berdasarkan kompetensi adalah proses coaching itu sendiri, dimana para guru/coach dalam hal ini memberikan pembelajaran diferensiasi berupa diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk yang telah disesuaikan dengan pemetaan kebutuhan murid, baik kondisi belajar murid ataupun menurut gaya belajar murid (visual, audio dan kinestetik). Guru yang dalam hal ini sebagai coach dapat melakukan coaching untuk menuntun murid yang memiliki permasalahan ataupun yang tidak mengalami permasalahan untuk menemukan ide-ide ataupun potensi-potensi yang belum tergali oleh dirinya sendiri. Sumbatan-sumbatan yang dialami murid yang dalam hal pembelajaran coaching menjadi coachee menggali ide-ide, potensi-potensi yang diarahkan oleh coach mampu menemukan solusi dari dirinya sendiri. Ini artinya pembelajaran berdiferensiasi dapat dikorelasikan dengan praktik coaching. 

“Coaching adalah sebuah percakapan, dialog saat seorang coach dan seseorang berinteraksi dalam sebuah komunikasi yang dinamis untuk mencapai tujuan, meningkatkan kinerja dan ‘menuntun’  sesorang mencapai keberhasilannya”  (Zeus and Skiffington)

Bagaimana hubungan praktik coaching ini dengan pembelajaran Kompetensi Sosial Emosional (KSE)?  

Pembelajaran sosial emosional atau yang biasa disebut dengan SEL (Social and Emotional Learning) adalah suatu proses, cara atau keterampilan yang mana dipergunakan untuk memanajemen (memahami atau mengolah) emosi dan berperilaku etis serta bertanggung jawab dan dapat terhindar dari perilaku negatif (Elias Etal,1997)

Berdasarkan definisi KSE tersebut, jika dikaitkan dengan pembelajaran coaching dan pembelajaran berdiferensiasi memiliki hubungan yang erat dan berkesinambungan. Penelitian menunjukkan bahwa strategi berbasis sekolah yang dirancang untuk mempromosikan SEL murid menghasilkan hasil yang paling sukses ketika Pembelajaran Sosial Emosional dimasukkan di dalam kurikulum sehari-hari dan dihubungkan dengan kegiatan sekolah lainnya (Greenberg.et.al.,2003). Disaat guru melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yang disertai dengan adanya Bimbingan melalui pembelajaran coaching, murid dan guru dapat melakukan pembelajaran KSE ini, baik sebelum pembelajaran, di sela-sela pembelajaran berlangsung, setelah selesai melakukan pembelajaran ataupun disaat coach dalam hal ini peran guru mengatasi permasalahan yang dihadapi coachee (murid) untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan dan menggali ide-ide serta potensi yang dimiliki coachee, sehingga mampu mengatasi masalahnya sendiri dari dirinya sendiri, coach hanya melancarkan sumbatan-sumbatan yang dialami coachee.

Antara Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Kompetensi Sosial Emosional dengan Praktik Coaching sangat berkolerasi tinggi untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan yakni MERDEKA BELAJAR.


-Sekian- 
Salam Sehat